Senin, 13 Desember 2010

stroke

stroke
Strok (bahasa Inggris: stroke) adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Strok adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang penderita mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak. Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah dikenal luas, "serangan jantung". strok terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol atau udara.

Jenis

Strok dibagi menjadi dua jenis yaitu strok iskemik maupun strok hemorragik. Pada strok iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami strok jenis ini.[rujukan?]

Stroke hemorragik

Pada strok hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus strok hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.[rujukan?]

Stroke iskemik

Pada strok iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta).
Transient ischemic attack (TIA) didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan. [1]
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam.

Patofisiologi

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Strok semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan strok. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Strok juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan strok.
Tekanan darah rendah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Strok bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau gangguan irama jantung.

Diagnosis

Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada, atau Algoritma Junaedi.

Faktor risiko

Penanganan

Penderita stroke biasanya diberikan oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan, diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut.[3]

Pencegahan

troke, kerusakan otak disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang mengalir ke otak. Untuk menjalankan fungsinya mengatur seluruh organ tubuh dari berjalan, melihat, hingga berpikir, otak memerlukan energi dari oksigen dan makanan yang diberikan lewat darah. Jika pasokan darah berkurang atau terhenti, maka bisa menimbulkan kerusakan otak sehingga penderita bisa lumpuh, sulit berbicara, makan, atau berpikir.
Stroke adalah penyebab ketiga kematian di AS dan merupakan penyebab utama kelumpuhan. Menurut American Heart Association sekitar 700 ribu orang terkena stroke setiap tahun di mana ¼ nya berakhir dengan kematian. Lebih dari USD 40 milyar (Rp 370 trilyun) dihabiskan untuk perawatan stroke. Stroke yang di AS biaya rumah sakitnya mencapai US$ 160 ribu merupakan satu penyebab kebangkrutan satu keluarga.
Di Indonesia penyakit stroke ini bisa menghabiskan ratusan juta bahkan milyaran untuk perawatan di Rumah Sakit
80% stroke disebabkan oleh penggumpalan darah (Ischemic Strokes). Sisanya oleh pecahnya pembuluh darah (Hemorrhagic Strokes).
Stroke disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang bisa merusak pembuluh darah, merokok, dan kolesterol yang menyebabkan penggumpalan darah.
Untuk mencegah dan mengobati stroke, terutama yang disebabkan oleh penggumpalan darah dan tekanan darah tinggi bisa digunakan pengobatan ”Bekam” (Hijamah), yaitu mengeluarkan darah kotor/mati dari tubuh sehingga penggumpalan darah tidak terjadi. Selain itu dengan mengurangi volume darah di tubuh, maka tekanan darah pun berkurang sehingga tekanan darah tinggi yang merusak pembuluh darah bisa dicegah. Ini seperti ban yang tekanannya tinggi (misalnya 60 Psi), begitu sebagian angin dikeluarkan, maka tekanannya pun berkurang.

 

Categories: Seputar MIK
Pdpersi, Jakarta – Seorang dosen perguruan tinggi di Jakarta yang bergelar S2, sudah divonis dokter mengidap penyakit diabetes mellitus atau kencing manis yang harus minum obat jangka panjang. Awal cerita tragis terjadi, saat melihat acara televisi yang menayangkan kehebatan seorang berjas putih yang mengklaim dapat mengobati penyakit semua penyakit dengan berbagai ramuan obat-obatan. Dengan bangga penderita tesebut dengan menceritakan pengalaman kehebatan tabib itu, badan penderita sudah segar setelah minum ramuan tersebut. Akhirnya obat dokter ditinggalkannya, selang satu bulan kemudian sang dosen terserang stroke. Dokter mengatakan bahwa stroke terjadi karena penyakit diabetes tidak terkendali karena obat dihentikan, sehingga timbul komplikasi stroke. Akhirnya si dosen hanya bisa menyesal mengapa harus mempercayai informasi kesehatan yang menyesatkan tersebut. Pengalaman tragis itu menunjukkan bahwa, tidak semua informasi yang saat ini sangat berlimpah itu memberi manfaat tapi kadang justru menyesatkan.
Dengan adanya kemajuan tehnologi informasi ternyata membawa dampak yang luar biasa dalam masyarakat. Banyak manfaat yang bisa diperoleh, karena masyarakat dapat mengakses informasi seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya, baik dari media cetak ataupun elektronik. Dari media elektronik semua stasiun radio dan televisi setiap hari marak memberikan informasi kesehatan. Belum lagi kehebatan informasi alam maya melalui internet. Informasi kesehatan apapun baik yang bersifat ilmiah dan popular dapat diketahui. Manfaat yang luarbiasa ini ternyata tidak hanya menguntungkan tetapi sebaliknya bisa menyesatkan apabila informasi yang diterima tidak benar atau terjadi kesalahan dalam mencerna informasi tersebut.
Salah satu contoh tragis di atas menunjukkan bahwa informasi yang diharapkan dapat membantu masyarakat dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Bayangkan seorang dosen perguruan tinggi bergelar S2 saja dapat terkecoh oleh informasi kesehatan yang menyesatkan tersebut. Apalagi masyarakat luas lainnya yang secara umum pendidikannya relatif belum terlalu tinggi. Kelemahan informasi kesehatan tersebut harus lebih dicermati dan disikapi dengan jelas oleh berbagai pihak yang berkopeten dqn berwenang. Bila tidak, berapa banyak lagi masyarakat yang dapat terjerumus oleh informasi yang justru malah merugikannya.
Kelemahan dalam penyampaian informasi tersebut, sangat tergantung dari kualitas informasi yang disampaikan ataupun kemampuan penerima informasi untuk mencernanya. Dalam melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi tentang kesehatan terhadap masyarakat, tidak sederhana seperti yang dibayangkan. Pengetahuan medis yang sulit dan bahasa medis yang membingungkan tidak mudah ditranformasikan terhadap masyarakat awam sekalipun masyarakat berpendidikan tinggi. Diperlukan kemampuan berkomunikasi yang baik dalam penyampaian tersebut. Masalah yang utama yang tidak kalah penting adalah kualitas dari informasi kesehatan itu sendiri. Sebaiknya informasi kesehatan diberikan oleh pihak yang paling berkopeten yaitu dokter. Tetapi informasi kesehatan yang ada juga sangat luas. Kualitas informasi tersebut tergantung dari kompetensi dokter yang menyampaikannya. Tidak semua dokter sama kompetensinya dalam menyampaiakan masalah kesehatan tertentu. Misalnya, informasi kesehatan tentang masalah penggunaan pelayanan bayi tabung, yang paling berkompeten adalah dokter kandungan ahli fertilitas. Meskipun bila disampaikan oleh dokter umum atau dokter kandungan lainnya tidak masalah, tetapi tentunya kualitas informasinya lebih bagus yang disampaikan oleh dokter kandungan ahli fertilitas, karena pengalaman dan latar belakang pendidikannya berbeda.
Di dominasi informasi terapi alternatif
Saat ini terdapat kecenderungan yang terjadi dalam penyampaian informasi kesehatan di media elektronik didominasi informasi kesehatan alternatif. Hampir setiap berbagai stasium televisi dan radio berlomba-lomba menayangkan acara kesehatan alternatif. Hal ini terjadi karena ternyata kebutuhan informasi alternatif merupakan informasi kesehatan yang paling menarik bagi masyarakat Indonesia. Fenomena ini tampaknya mungkin hampir sama dengan kecenderungan masyarakat Indonesia lebih menyenangi film cerita dan hiburan yang berbau mistis. Memang harus diakui terdapat beberapa terapi alternatif yang berguna bagi masyarakat. Tetapi masyarakat juga tidak boleh menutup mata tentang banyaknya ketidak berhasilan, efek samping dan komplikasi yang ditimbulkannya hingga saat ini tidak pernah terungkap.
Tayangan informasi kesehatan alternatif bahkan cenderung ke arah irasional. Bayangkan sebuah tayangan yang pernah ditayangkan telivisi nasional dan sekarang masih dilanjutkan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Dimana saat itu seorang berbaju putih yang mengaku dokter, memberikan informasi kesehatan secara interaktif pertelepon. Dengan gaya bak dewa seperti dicerita Kho Ping Hoo, ”sang dokter” tadi dengan gerakan ke dua tangan yang berputar-putar seakan dapat mendeteksi penyakit si pasien. Yang ganjil, adalah setiap keluhan dari pasien selalu dikatakan terjadi penyumbatan di pembuluh darah. Lucunya lagi, ujung-ujungnya si dokter menyampaikan harus segera datang ke tempat prakteknya, nanti insya allah akan bisa diobati. Bertahun-tahun acara tersebut masih mengudara, bedanya saat ini si baju putih tersebut tidak menyantumkan nama dokter lagi.
Dalam tayangan televisi lain, seorang ustadz atau yang bergelar “gus” dengan kearifan agamanya, ternyata menerima konsultasi kesehatan medis. Sang uztads menjawab pertanyaan pemirsa bak seorang dokter ahli. Berbagai pertanyaan tentang gejala, penyebab, pengobatan dan prognosa penyakit dijawab dengan tangkas oleh sang ustadz. Mungkin bila orang awam yang mendengarnya merupakan suatu informasi yang berharga. Tetapi, bila seorang dokter mendengar jalannya konsultasi tersebut pasti ingin menginterupsi karena banyaknya informasi yang menyimpang. Tampaknya hal tersebut juga banyak dijumpai dalam tayangan acara kesehatan alternatif lainnya.
Fenomena unik ini harus diakui sedang menggejala dalam masyakat. Adalah suatu kelaziman dan tidak pernah diungkapkan bila terapi medis berhasil menyembuhkan pasien. Tetapi, bila ada kegagalan dalam terapi medis maka berita tersebut akan lebih mudah tersebar. Sebaliknya, bila ada keberhasilan terapi alternatif akan merupakan buah bibir bagi masyarakat. Tetapi, bila tidak berhasil dalam terapi alternatif maka masyarakat pasti akan memendamnya dalam-dalam. Tampaknya kecenderungan hal inilah yang menunjukkan bahwa terapi alternatif masih menjadi primadona dalam masyarakat.
Terapi medis atau terapi alternatif
Di bidang ilmu kesehatan sering dibedakan antara terapi medis dan terapi alternatif. Terapi medis adalah penatalaksanaan atau pengobatan suatu penyakit atau kelainan yang berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan di bidang kedokteran. Penanganan di dalam ilmu kedokteran harus berdasarkan berbagai latar belakang ilmuan kedokteran seperti imunopatobiofisiologis ataupun biomolekular. Dalam penerapannyapun harus berdasarkan penelitian medis berbasis pengalaman klinis. Secara ilmiah berbagai terapi yang diberikan juga harus berdasarkan pengalaman klinis dengan berbasis pada penelitian ilmiah yang terukur. Dalam kurun waktu terakhir ini pemberian pengobatan di bidang kedokteran sudah beralih ke arah Evidance Base medicine (EBM) atau pengalaman klinis berbasis bukti. Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan
Sedangkan terapi alternatif adalah berdasarkan pendekatan pengobatan tradisional turun temurun baik dari mulut kemulut berbagai pengalaman diperoleh dari warisan nenek moyang yang tidak berdasarkan kaidah ilmiah atau bertentangan dengan ilmu kedokteran. Meskipun diakui tidak semua terapi alternatif tidak bermanfaat. Saat ini ada juga terapi alternatif yang mulai disinergikan dengan terapi di bidang ilmu kedokteran seperti terapi akupuntur. Hal seperti inipun harus melalui proses penelitian secara ilmiah yang berlangsung lama, dan memang terbukti secara klinis.
Terapi atau diagnosis alternatif meskipun tidak berdasarkan kaidah ilmiah juga banyak dilakukan oleh profesional medis di bidang kedokteran seperti dokter, terapis dan lain sebagainya. Secara aspek legal dan secara etika kedokteran sebenarnya hal tersebut tidak dilazimkan karena akan menyimpang dari kompetensi dan profesionalitas seorang dokter.
Terdapat perbedaan mendasar lainnya untuk mengetahui keberhasilan terapi medis dan terapi alternatif. Di bidang medis alat ukur keberhasilan medis harus berdasarkan penelitian terukur dan sahih secara statistik. Misalnya dalam penggunaan obat asma, harus diketahui tingkat keberhasilan dari 100 pemakai sekitar 80 yang berhasil dengan memperhatikan dengan cermat berbagai faktor yang mempengaruhi pengobatan tersebut.
Sedangkan terapi alternatif, biasanya diukur berdasarkan pengakuan orang perorang dalam menentukan keberhasilannya. Sehingga akurasi dan validitas keberhasilannya tidak bisa diketahui secara pasti. Sering dilihat di televisi dalam acara terapi alternatif oleh seseorang bukan berlatar belakang nonmedis, bahwa pengakuan seorang sembuh karena terapi yang diberikan. Mungkin saja memang penderita tersebut berhasil dengan terapi alternatif tersebut, tetapi tidak diketahui apakah yang tidak berhasil juga lebih banyak lagi. Di bidang medis seorang dokter tidak boleh menyebutkan keberhasilan pengobatan berdasarkan kesaksian keberhasilan seorang pasien. Seorang dokter harus selalu merujuk berdasarkan penelitian sebuah jurnal kesehatan yang kredibel atau jurnal yang dapat diakses di pubmed secara online.
Memang tidak bisa dipungkiri, terdapat beberapa terapi alternatif yang terlihat kasiatnya dalam jangka pendek. Namun masyarakat harus mencermati, apakah membaiknya karena terapi yang diberikan atau karena faktor lainnya. Karena, setiap terapi alternatif selalu dikaikan dengan doa-doa, pemberian obat-obatan herbal atau pantangan beberapa makanan. Mungkin saja memang ada obat herbal yang bermanfaat, tetapi kita harus cermat adakah obat lain yang terkandung. beberapa temuan didapatkan obat herbal dari terapi alternatif tersebut terkandung obat kortikosteroid. Ternyata obat jenis tersebut dalam bidang kedokteran termasuk obat dewa, karena bisa memperbaiki reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit. Hasilnya manjur, sesaat akan merasa segar dan enak tetapi secara jangka panjang pemakaian obat tersebut mengganggu ginjal, hati, tulang dan menurunkan daya tahan tubuh. Secara umum pemberian obat ini hanya bersifat mengurangi gejala dan tidak menyembuhkan penyakit yang ada.
Penggunaan terapi alternatif secara klinis masih belum dilakukan penelitian secara menyeluruh tentang manfaat dan efek sampingnya. Sehingga seringkali klinisi tidak bisa mengungkapkan kemungkinan bahaya penggunaan terapi alternatif. Sampai saat inipun masih belum ada penelitian klinis yang dapat membuktikan efek samping dan bahaya berbagai terapi alternatif. Hal yang lain yang dikawatirkan adalah penanganan alat terapi seperti ini akan membuat “lost cost therapy” atau biaya pengobatan terbuang percuma. Apalagi untuk terapi penyakit kronis biasanya dibutuhkan waktu pengobatan jangka panjang. Pada umumnya penderita yang sering beralih pada terapi alternatif adaah penderita penyakit kronis seperti asma, alergi, penyakit kanker, diabetes, dan sebagainya.
Berbagai masalah informasi kesehatan yang ada tersebut dengan berbagai aspek yang dapat ditimbulkan, sebaiknya menjadikan perhatian segera berbagai pihak. Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan, Momisi Penyiaran Indonesia dan berbagai inbstitusi yangt terkait harus lebih memperhatikan kualitas informasi yang sekarang semakin meningkat pesat dengan berbagai aspek yang tidak disadari ternyata bisa sangat merugikan masyarakat. Pihak stasiun televisi dan radiopun harus lebih mawas diri. Sebaiknya lebih mengutamakan kualitas informasi daripada selera masyarakat. Penyelenggara acara telivisi dan radiopun mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat untuk memberikan informasi yang mencerdaskan bukan dengan informasi yang irasioanal dan menyesatkan. Informasi kesehatan sebaiknya lebih diutamakan dalam penyampaian pesan, bukan mengutamakan promosi bagi layanan jasa kesehatan bagi nara sumbernya. Sebaiknya informasi tersebut harus diberikan oleh pihak yang berkompeten sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya di bidang medis. Kalaupun dalam penyampaian informasi pengobatan alternatif dilakukan, dikemas dengan cara rasional dan tidak berkesan memperdayai masyarakat. Harus diakui masyarakat Indonesia semakin pintar tetapi ternyata yang berpikiran irasionalpun juga masih sangat banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar